Respons Fajar/Rian soal Rencana Degradasi di Pelatnas PBSI Usai Piala Sudirman 2025

balilegian-Perhelatan Piala Sudirman 2025 baru saja selesai digelar, dan meskipun semangat juang para atlet Indonesia tetap membara, hasil akhir membuat PBSI harus duduk kembali dan melakukan evaluasi besar-besaran. Salah satu langkah yang mulai dibicarakan adalah rencana degradasi di pelatnas PBSI, termasuk bagi sektor ganda putra yang selama ini menjadi andalan, tapi belakangan belum tampil maksimal.

Di tengah kabar evaluasi itu, pasangan ganda putra utama Indonesia, Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto, akhirnya buka suara. Dalam sebuah wawancara seusai Sudirman Cup 2025, mereka menanggapi dengan kepala dingin. “Kami siap dievaluasi. Itu bagian dari proses,” ucap Fajar, merespons rencana PBSI yang disebut akan merampingkan skuad pelatnas usai hasil kurang memuaskan di turnamen beregu campuran paling bergengsi itu.

Indonesia Gagal Tembus Final, Evaluasi Jadi Pilihan

Indonesia harus puas tersingkir di babak semifinal Piala Sudirman 2025 setelah kalah dramatis dari Korea Selatan. Kekalahan ini menambah panjang puasa gelar tim Merah Putih di ajang ini, sejak terakhir kali meraihnya pada tahun 1989. Sejumlah sektor dinilai belum tampil optimal, termasuk ganda putra yang menjadi tulang punggung tim.

Di laga semifinal, Fajar/Rian harus mengakui keunggulan pasangan Korea dalam rubber game yang melelahkan. Penampilan mereka sebenarnya tidak buruk, tetapi tekanan mental dan kesalahan kecil di poin-poin kritis membuat hasil akhir berpihak pada lawan.

Tak lama setelah pertandingan, isu degradasi dan perombakan pemain mulai mencuat. PBSI dikabarkan akan mengevaluasi performa semua sektor, termasuk kemungkinan mengganti atau mendepak pemain dari pelatnas utama. Langkah ini dianggap sebagai bagian dari penyegaran dan upaya menyiapkan tim yang lebih kompetitif menuju Olimpiade dan ajang-ajang besar mendatang.

Fajar/Rian: Mental Kuat dan Terima Kritik

Meski jadi salah satu pasangan senior dengan peringkat dunia tinggi, Fajar/Rian menunjukkan sikap profesional atas kemungkinan evaluasi. Mereka tak menutup diri dari kritik, dan justru menganggapnya sebagai motivasi.

Pasangan yang pernah meraih gelar juara Asia dan berbagai Super Series ini mengaku tetap berkomitmen tinggi, tak peduli situasi. Bahkan, menurut mereka, kompetisi sehat di dalam pelatnas justru dibutuhkan untuk menjaga performa.

Rencana Degradasi, Siapa yang Terancam?

Menurut kabar yang beredar, PBSI akan melihat kinerja para pemain sepanjang satu tahun terakhir, termasuk kontribusi dalam event beregu seperti Sudirman Cup. Pemain yang performanya stagnan, cedera berkepanjangan, atau kalah bersaing dengan junior dinilai bisa saja terkena evaluasi ekstrim: degradasi dari pelatnas utama.

Rencana ini sebenarnya bukan hal baru. Beberapa tahun terakhir, PBSI mulai melakukan sistem evaluasi berkala dengan memberi kesempatan pada pemain muda untuk naik ke pelatnas utama, sementara yang kurang maksimal dikembalikan ke klub.

“Ini bagus, karena atlet akan terus termotivasi. Kita tahu, banyak pemain muda yang lapar prestasi. Kita yang senior harus buktikan masih layak bersaing,” kata Fajar dengan nada positif.

Persaingan Ganda Putra Semakin Ketat

Sektor ganda putra Indonesia kini sedang dalam masa transisi. Selain Fajar/Rian, ada juga pasangan muda potensial seperti Leo/Daniel, Pramudya/Yeremia, dan nama-nama baru seperti Rahmat Hidayat atau Jeremia Rambitan yang mulai mencuri perhatian.

PBSI pun mulai menerapkan rotasi, memberi banyak pasangan kesempatan di turnamen besar, termasuk Super 300 hingga Super 1000. Fajar/Rian, meski masih berada di papan atas, mengakui bahwa persaingan di sektor ganda putra kini jauh lebih terbuka.

“Dulu mungkin cuma dua-tiga pasangan yang bisa bersaing. Sekarang, satu negara bisa punya lima sampai tujuh pasangan yang semua berbahaya. Jadi, kami harus terus upgrade diri,” ucap Rian.

Fokus ke Turnamen Selanjutnya

Meski sedang diterpa isu evaluasi dan degradasi, Fajar/Rian memilih untuk tetap fokus ke agenda selanjutnya: beberapa turnamen Super Series dan juga kejuaraan dunia. Mereka ingin menebus hasil Piala Sudirman 2025 dengan performa lebih baik ke depan.

“Kami tetap latihan seperti biasa. Hasil Sudirman memang mengecewakan, tapi itu jadi pelajaran. Kami tahu ekspektasi publik tinggi, dan itu bukan beban, tapi tantangan buat kami,” ungkap Fajar.

PBSI: Degradasi Bukan Hukuman, Tapi Proses Pembinaan

Sementara itu, pihak PBSI melalui Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi (Kabid Binpres) menyatakan bahwa rencana degradasi bukan bentuk hukuman, melainkan bagian dari sistem pembinaan berkelanjutan.

“Ini sudah jadi program sejak awal tahun. Evaluasi akan dilakukan berdasarkan hasil, perkembangan teknis, dan potensi ke depan. Atlet yang keluar dari pelatnas bukan berarti habis kariernya. Bisa saja kembali kalau performanya naik di turnamen luar pelatnas,” jelasnya.

PBSI juga menegaskan bahwa sistem ini berlaku untuk semua sektor dan level, termasuk senior.

Kesimpulan: Profesionalisme dan Mental Juara Fajar/Rian Patut Dicontoh

Respons Fajar/Rian atas rencana degradasi di pelatnas PBSI setelah Piala Sudirman 2025 menunjukkan karakter petarung sejati. Mereka tidak defensif, tidak mencari-cari alasan, dan justru menyambut evaluasi sebagai bagian dari perjuangan.

Sikap ini patut ditiru oleh para atlet muda. Karena di dunia olahraga, bukan cuma skill yang penting, tapi juga mental baja dan kemauan untuk terus berkembang. Dalam tekanan besar pun, Fajar/Rian membuktikan bahwa mereka layak disebut sebagai panutan di sektor ganda putra Indonesia.

Kini tinggal bagaimana PBSI mengeksekusi evaluasi ini dengan adil, terbuka, dan berorientasi jangka panjang. Karena regenerasi bukan cuma soal mengganti, tapi soal membina dan membangun fondasi prestasi ke depan.

Leave a Comment